sejarah 2

Dalam bab ini, kamu akan mempelajari kehidupan awal masyarakat
Indonesia. Kehidupan masyarakat Indonesia mengalami perkembangan.
Perkembangan tersebut terjadi dalam bidang sosial, ekonomi, dan sistem
kepercayaan. Aspek-aspek kehidupan tersebut telah ada sejak awal keberadaan
manusia Indonesia. Periodisasi sejarah yang digunakan untuk memahami
perkembangan aspek-aspek kehidupan tersebut, dapat dilihat masa berburu
dan mengumpulkan makanan, masa bercocok tanam, hingga masa perundagian.
Pada masing-masing periode tersebut memiliki cirinya tersendiri yang dicirikan
oleh hasil-hasil kebudayaannya.
A. KEBERADAAN AWAL MANUSIA DI BUMI
Pernahkah kamu merenungkan tentang
awal keberadaan manusia di muka bumi ini?
Lebih awal mana keberadaannya antara manusia
dengan alam semesta? Bagaimana bentuk
fisik manusia yang hidup pada masa tersebut?
Apakah bentuk fisik mereka sama dengan
kita sekarang ini? Bagaimana pola kehidupan
yang dikembangkan oleh manusia yang hidup
pada zaman tersebut?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu akan
sangat menarik untuk kita kaji bersama-sama
dalam pokok bahasan yang akan kita uraikan
berikut ini.
Keberadaan alam semesta jauh lebih tua dibandingkan dengan keberadaan
manusia. Artinya, alam semesta ini telah lama ada sebelum manusia mulai
menghuni permukaan bumi. Manusia diperkirakan mulai mendiami bumi ini
pada kala Plestosen, sedangkan menurut usia bumi kala Plestosen merupakan
masa yang paling muda. Untuk lebih jelasnya coba kamu perhatikan bagan
di bawah ini!
Kata-kata kunci
• masa kenozoikum
• masa mesozoikum
• masa palaeozoikum
• zaman primer
• zaman sekunder
• zaman tersier
• zaman kwarter
Masa Zaman Kala
Kenozoikum
Kwarter
Tersier
0,01
1,8
5
26
37-38
65
136
Holosen
Plestosen
Pliosen
Miosen
Oligosen
Eosen
Palaeosen
Tahun (juta)
123
Pada masa arkeozoikum, di bumi belum ada tanda-tanda kehidupan.
Bumi ini masih merupakan gas yang panas sehingga tidak memungkinkan
untuk makhluk hidup dapat bertahan hidup dalam kondisi alam seperti itu.
Lama kelamaan akhirnya temperatur gas tersebut akhirnya mulai menurun
dan sebagian mulai mengeras membentuk kerak bumi.
Masa palaeozoikum disebut juga sebagai zaman kehidupan purba karena
pada masa ini diperkirakan mulai adanya makhluk hidup di bumi ini. Makhluk
hidup yang ada pada masa ini masih sangat primitif . Diperkirakan makhluk
yang hidup pada masa ini adalah makhluk bersel satu dan masih sangat
sederhana.
Masa mesozoikum disebut juga dengan zaman kehidupan madya. Masa
ini merupakan fase kedua dari keberadaan makhluk hidup. Pada masa ini
diperkirakan mulai hidup binatang-binatang amphibi dan reptil. Binatangbinatang
yang berukuran besar seperti dinosaurus, tyranosaurus, dan sejenisnya,
hidup pada masa ini sehingga masa ini dikenal dengan sebutan zaman jura.
Manusia diperkirakan belum ada pada masa ini karena kondisi alamnya
belum memungkinkan untuk manusia dapat bertahan hidup. Coba kamu
bayangkan bagaimana kalau manusia sudah ada pada masa ini dan harus
hidup berdampingan dengan makhluk-makhluk lain yang memiliki ukuran
tubuh yang sangat besar!
Masa kenozoikum dikenal juga dengan zaman kehidupan muda karena
merupakan masa termuda dalam usia bumi dan masih berlaku sampai sekarang
ini. Masa kenozoikum terbagi dalam dua zaman, yaitu zaman tersier dan
zaman kwarter. Pada zaman tersier diperkirakan mulai muncul jenis-jenis
binatang baru yang merupakan jenis binatang mamalia. Binatang-binatang
berukuran besar lambat laun mulai mengalami kepunahan pada zaman ini.
Masa Zaman Kala
Mesozoikum
Palaeozoikum
Arkeozoikum
Sekunder
Primer
190
225
230
345
Kapur
Jura
Trias
Perem
Karbon
Devon
Silur
Ordovisium
Kambrium
Pra-Kambium
Tahun (juta)
124
Namun pada zaman ini diperkirakan manusia belum ada. Keberadaan manusia
baru muncul pada zaman kwarter. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya
fosil-fosil manusia yang setelah diperkirakan usianya berada pada kala
plestosen. Pada plestosen awal ditemukan fosil pithecanthropus mojokertensis
yang usianya diperkirakan 1,9 juta tahun. Fosil meganthropus paleojavanicus
yang ditemukan di daerah Sangiran usianya antara 2 sampai 1 juta tahun
juga diperkirakan hidup pada zaman kwarter pada kala plestosen awal.
Pada masa awal kehidupan manusia, mereka harus menghadapi kondisi
alam yang sangat berat. Pada kala plestosen, keadaan bumi belum stabil
ditandai dengan sering terjadinya perubahan fisik, yaitu perubahan gerakan
bumi baik yang menurun atau pun mengangkat. Pada kala plestosen terjadi
tujuh kali perubahan, yaitu empat kali zaman glasial dan tiga kali zaman
interglasial.
Peristiwa-peristiwa alam yang terjadi pada masa plestosen merupakan
tantangan yang sangat berat yang harus dihadapi oleh manusia pada saat
itu. Dengan kemampuannya yang masih sangat terbatas, manusia berusaha
mempertahankan hidupnya dengan berbagai akal menghadapi tantangan
alam dan berusaha mencari makan dengan alat-alat yang masih sangat
sederhana. Iklim yang sangat dingin yang terjadi pada masa glasial merupakan
salah satu tantangan alam yang memaksa manusia dan hewan berpindah
tempat menuju daerah yang iklimnya lebih cocok untuk mereka. Diduga
pada masa glasial makhluk-makhluk hidup berpindah atau bermigrasi dari
tempat asalnya. Selain didorong untuk mencari iklim yang lebih cocok juga
dorongan yang sangat kuat adalah mencari daerah sumber persediaan makanan.
Hal ini dikarenakan manusia yang hidup pada masa tersebut masih tergantung
pada alam. Apabila alam tempat mereka telah tidak mampu memberikan
persediaan makanan maka mereka akan meninggalkan tempat tersebut dan
mencari lagi daerah yang masih bisa memberikan penghidupan pada mereka.
Holosen (aluvium)
Plestosen (diluvium)
Glasial IV 118 – 10.000
Interglasial
Glasial III 230 – 180.000
Interglasial
Glasial II 480 – 420.000
Interglasial
Glasial I 600 – 500.000
Zaman
125
Manusia pada masa ini harus mampu menyesuaikan diri dengan kondisi
alam. Jika mereka tidak mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
hidup sekitarnya maka ancaman kepunahan akan terjadi. Mereka yang
mampu bertahan hidup tentu akan sanggup untuk melanjutkan kehidupan
dan melahirkan generasi penerus. Kemampuan untuk mempertahankan diri
terutama dalam menyesuaikan terhadap kondisi alam yang terus berubah
serta kemampuan dalam memperoleh makanan untuk kelangsungan hidup
menyebabkan terjadinya perubahan fisik. Hal ini terjadi baik pada binatang,
tumbuhan dan juga manusia. Secara perlahan-lahan bentuk fisik manusia
mengalami perubahan sehingga mencapai bentuk seperti kita sekarang ini.
B. AWAL KEHIDUPAN SOSIAL, EKONOMI, DAN BUDAYA DI
INDONESIA
Manusia adalah mahluk yang memiliki
perbedaan dengan binatang. Perbedaan utama
manusia dengan binatang adalah manusia
memiliki akal sedangkan binatang tidak. Akal
yang dimiliki oleh manusia itulah yang menjadi
penyebab utama kehidupan manusia mengalami
perkembangan. Perkembangan ini terjadi ketika
manusia berinteraksi dengan lingkungan alam.
Dengan akal yang dimilikinya, manusia mencoba
memecahkan tantangan alam yang dihadapinya. Sedangkan binatang, dalam
menghadapi tantangan cenderung melakukan adaptasi secara fisik. Misalnya
di daerah yang beriklim dingin binatang memiliki kulit yang tebal, di dalam
air binatang memiliki sirip dan insang untuk bernapas, dan yang lainnya.
Binatang yang tidak mampu beradaptasi dengan alam cenderung akan punah.
Adaptasi yang dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan tantangan
alam, lebih banyak menggunakan akal. Manusia dengan akal yang dimilikinya,
mencoba berpikir bagaimana memecahkan tantangan hidup yang dihadapi
yang disebabkan oleh kondisi alam. Jawaban yang dilakukan oleh manusia
dalam menghadapi tantangan tersebut, yaitu dengan menciptakan berbagai
peralatan hidup. Manusia secara fisik tidak melakukan adaptasi seperti
yang terjadi pada binatang. Perkembangan yang terjadi justru pada alatalat
kehidupan yang digunakan. Dari zaman ke zaman, peralatan kehidupan
Kegiatan 4.1
Buatlah dalam sebuah tabel yang berisi ciri-ciri penting dari masing-masing
zaman.
Kata-kata kunci
• masa berburu dan
mengumpulkan
• masa bercorok tanam
• masa perundagian
• zaman megalithikum
126
manusia berkembangan. Perkembangan itu terjadi, mulai dari yang sederhana
hingga yang kompleks. Perubahan terjadi mulai dari bahan yang digunakan
hingga pada bentuk, misalnya mulai dari bahan yang menggunakan batu,
tulang, kayu, hingga logam dan besi. Dari segi bentuk, mulai dari yang
kasar hingga yang halus, mulai dari bentuk hiasan yang sederhana hingga
menjadi hiasan yang indah. Peralatan-peralatan yang diciptakan oleh manusia
merupakan hasil kebudayaannya.
Perkembangan kehidupan manusia, terjadi bukan hanya pada hubungan
manusia dengan lingkungan alam. Interaksi di antara sesama manusia mengalami
perkembangan pula. Interaksi ini terjadi disebabkan oleh adanya saling
membutuhkan di antara individu-individu, karena secara fitrahnya manusia
merupakan makhluk sosial. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri.
Interaksi manusia akan melahirkan bentuk kehidupan sosial, ekonomi, dan
keluarga.
Kebutuhan yang menjadi dasar hubungan antarmanusia dapat berupa
kebutuhan yang bersifat materi maupun nonmateri. Kebutuhan nonmateri,
misalnya kebutuhan biologis. Hubungan manusia yang berdasar pada kebutuhan
biologis akan melahirkan suatu perkawinan, yang kemudian membentuk
suatu keluarga. Pembentukan keluarga akan berkembang pada pembentukan
kelompok masyarakat yang lebih luas. Di antara anggota keluarga atau
kelompok masyarakat akan terjadi ketergantungan kebutuhan materi. Hubungan
materi ini akan melahirkan kehidupan ekonomi.
Kebutuhan ekonomi dalam suatu kelompok keluarga dilakukan biasanya
melalui pembagian kerja. Pada kelompok keluarga manusia purba, biasanya
kaum laki-laki mencari berburu ke hutan mencari binatang untuk dijadikan
makanannya. Mereka berburu secara berkelompok, dengan tujuan demi
keamanan. Sedangkan kaum wanita dan anak-anak biasanya hanya mencari
makanan atau tumbuh-tumbuhan di sekitar tempat tinggal sementara mereka.
Kehidupan sosial dan ekonomi merupakan dua aspek kehidupan yang
saling berkait. Sebagaimana telah dikemukakan, kehidupan manusia purba
mencari makanan secara berkelompok. Dalam mencari makanan ini pun
kemudian mengalami perkembangan. Semula mereka bergantung pada alam,
lambat laun mereka mengolah sumber makanan yang disediakan oleh alam.
Hal ini terjadi disebabkan sumber makanan yang disediakan oleh alam
memiliki ketersediaan yang menipis dan terbatas. Dampak dari ini pula,
manusia mengalami perkembangan dalam hal tempat tinggal. Semula, hidupnya
berpindah-pindah, kemudian menjadi menetap. Dengan demikian kehidupan
sosial ekonomi pun mengalami perubahan.
127
Gambar 4.1
Kehidupan keluarga manusia purba
(Sumber : Oxford Ensiklopedi Pelajar Jilid 5, halaman 41)
Kebutuhan nonmateri lainnya yaitu kepercayaan. Kehidupan kepercayaan
manusia pun mengalami perkembangan. Suatu kepercayaan pada manusia, biasanya
timbul disebabkan adanya keyakinan pada diri manusia terhadapnya kekuatankekuatan
gaib yang menguasai kehidupan manusia. Kekuatan gaib tersebut dapat
dipersonifikasikan ke dalam benda-benda fisik yang ada di sekitarnya, misalnya
pohon, batu, bahkan juga binatang. Benda-benda tersebut dianggap keramat. Sebagai
wujud adanya kepercayaan maka lahirlah kegiatan-kegiatan ritual atau upacaraupacara
penyembahan.Upacara penyembahan pun mengalami perkembangan mulai
dari menyembah terhadap benda-benda yang dianggap memiliki kekuatan yang gaib,
sampai dengan mempercayai adanya Dewa dan Tuhan.
1. Masa berburu dan mengumpulkan makanan
Masa ini merupakan awal tahapan kehidupan manusia dalam bidang
kehidupan sosial ekonomi. Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan
menghasilkan alat-alat yang digunakan untuk menopang kehidupannya. Selain
itu, pada masa ini menghasilkan pula sistem kepercayaan.
a. Kehidupan sosial-ekonomi
Kehidupan manusia pada masa ini, belum melakukan pengolahan terhadap
sumber-sumber daya alam. Ketergantungan manusia terhadap alam sangat
tinggi, mereka memakan makanan yang sudah disediakan oleh alam. Cara
yang mereka lakukan untuk mendapat makanan yaitu dengan berburu dan
mengumpulkan makanan. Berburu dan mengumpulkan makanan merupakan
cara yang mereka lakukan untuk mempertahankan hidupnya. Apabila persediaan
makanan yang terdapat pada alam di mana mereka tinggal, maka tempat
tersebut akan mereka tinggalkan. Oleh sebab itu, kehidupan manusia pada
masa ini berpindah-pindah (nomaden), tidak memiliki tempat tinggal.
128
Jenis makanan yang mereka buru adalah binatang di hutan. Selain
binatang di hutan, mereka juga di sungai, danau, atau pantai melakukan
penangkapan ikan. Hasil buruan baik binatang dari hutan maupun hasil
tangkapan ikan, tidak mereka olah menjadi masakan sebagaimana layaknya
hidangan makanan sekarang. Ikan atau daging itu, mereka bakar untuk
dimakan. Pada masa ini, pengolahan makanan baru sebatas dibakar saja,
karena mereka sudah mengenal api.
Selain memakan binatang buruan dan ikan, manusia pada masa ini
sudah memakan tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan yang mereka makanan
pada umumnya berupa umbi-umbian, yang biasanya tumbuh di sekitar tempat
tinggal mereka. Tumbuh-tumbuhan itu langsung mereka makan mentahmentah,
tidak dimasak dahulu. Mereka belum memiliki kemampuan menanak
nasi.
Sebagaimana telah dikemukakan, manusia purba hidup secara berkelompok.
Hal ini mereka lakukan pula ketika melakukan kegiatan berburu. Mereka
berkelompok dengan tujuan demi keamanan terutama dalam menghadapi
serangan dari binatang buas. Kalau dengan cara berkelompok perlindungan
mereka relatif lebih aman daripada pergi sendiri.
Hewan dan makanan yang menjadi sumber penghidupan manusia purba,
dicari pada daerah-daerah tertentu. Untuk mendapatkan makanannya baik
dari itu hewan maupun tumbuh-tumbuhan, manusia purba hidup pada daerahdaerah
tertentu yang memungkinkan mereka mendapatkan makanan. Dengan
demikian kegiatan berburu atau mencari makanan dengan cara berpindahpindah,
bukan berarti manusia purba ini selalu bepergian seenaknya, dengan
tidak menimpati suatu tempat. Mereka tetap menempati suatu daerah tertentu.
Gambar 4.2
Manusia Purba Sedang Mencari Makanan
(Sumber : Lukisan Sejarah, halaman 39)
Kehidupan berburu menyebabkan manusia purba harus hidup berpindahpindah.
Mereka belum memiliki rumah sebagai tempat tinggal yang permanen.
129
Tempat yang dijadikan tempat tinggal sementara adalah gua-gua. Manusia
purba, memilih tempat tinggal sementara, terutama daerah yang di sekitarnya
tersedia makanan. Misalnya mereka tinggal dekat sungai atau pantai yang
mudah untuk mencari ikan, atau hutan yang terdapat tumbuh-tumbuhan
yang bisa mereka makan atau dapat dijadikan tempat berburu binatang.
Dalam berburu binatang, biasanya mereka menyusuri sungai yang dapat
dijadikan petunjuk jalan agar tidak tersesat. Sungai mereka susuri dengan
cara berjalan kaki, belum menggunakan perahu.
Sedangkan di tepian pantai, manusia purba memakan makanan yang
terdapat di pantai. Makanan yang mereka makan adalah kerang dan ikan
laut. Teknik penangkapan ikan dilakukan dengan alat sederhana, belum
menggunakan perahu atau jaring seperti sekarang. Mereka menggunakan
tombak atau kail untuk menangkap ikan.
b. Alat-alat yang digunakan
Batu, tulang, dan kayu merupakan bahan-bahan yang digunakan oleh
manusia purba untuk membuat alat-alat. Temuan yang dilakukan oleh para
ahli, lebih banyak menemukan alat-alat dari batu dan tulang. Hal ini mungkin
disebabkan batu dan tulang merupakan bahan yang kuat, tidak mudah
lapuk. Sedangkan kayu merupakan bahan yang mudah lapuk, sehingga
para ahli tidak terlalu banyak menemukan alat-alat yang terbuat dari kayu.
Bentuk alat-alat yang ditemukan pada masa berburu ini masih dalam
bentuk sederhana. Batu yang digunakan masih kasar belum halus. Penemuan
sejumlah alat dari batu ditemukan oleh von Koeningwald di Pacitan pada
tahun 1935. Alat yang ditemukan berupa kapak genggam. Jenis alat ini
serupa kapak tetapi tidak bertangkai. Alat ini disebut pula dengan sebutan
chopper. Penggunaan alat ini dilakukan dengan cara digenggam. Bentuk
kapak ini masih kasar, dan diperkirakan Pithecantrhopus merupakan pendukung
kebudayaan kapak genggam. Pendapat ini didasarkan pada lapisan tempat
ditemukannya kapak genggam. Kapak ini ditemukan pada lapisan tanah
yang sama dengan lapisan tanah pithecanthropus.
Kapak genggam ditemukan di berbagai daerah di Indonesia, antara
lain Pacitan, Bali, Flores, Sulawesi Selatan, Kalimantan, dan Jawa Barat
(Sukabumi dan Ciamis). Di luar Indonesia, jenis kapak ini ditemukan di
Vietnam, Filipina, Thailand, Malaysia, Myanmar, dan Pakistan. Sezaman
dengan Pithecanthropus, Sinanthropus Pekinensis yang ada di China meninggalkan
juga jenis kapak genggam.
130
Gambar 4.3
Chopper atau alat genggam yang ditemukan di Pacitan
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia 1,
halaman 393 dan 395)
Di daerah Ngandong dan Sidorejo ditemukan pula alat lainnya yang
terbuat dari tulang. Alat dari tulang itu banyak berasal dari tulang binatang
hasil buruan. Bagian tulang yang digunakan sebagai alat biasanya bagian
tanduk dan kaki. Fungsi dari alat ini dipergunakan untuk mengorek umbiumbian
dari dalam tanah dan mengerat daging binatang. Tanduk atau tulang
yang diikatkan pada kayu dapat berfungsi sebagai tumbak untuk berburu
binatang atau menangkap ikan.
Gambar 4.4 Flakes dari Sangiran
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro,
Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 396)
Di daerah lainnya, yaitu Sangiran, Sulawesi Selatan, Maumere, dan
Timor ditemukan alat-alat serpih yang dinamakan flakes. Flakes ini sangat
kecil sekali dan bentuknya ada yang seperti pisau, gurdi, atau penusuk.
Diperkirakan flakes ini digunakan untuk mengupas, memotong, atau menggali
makanan.
131
Kalau dikaitkan dengan kehidupan manusia purba, kebudayaan kapak
genggam (chopper), alat tulang-tulang, dan flakes ini termasuk pada peninggalan
jenis manusia Pihecanthopus Erectus. Manusia jenis ini hidup pada masa
Palaeolithikum atau zaman batu tua dengan ciri-ciri kebudayaan yang
dihasilkan banyak terbuat dari batu yang masih kasar.
c. Sistem kepercayaan
Pada masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan, sistem kepercayaan
pada sesuatu yang luar biasa atau kekuatan di luar kehendak manusia,
tampaknya sudah ada. Hal itu dapat diketahui dari sisa-sisa penguburan
manusia yang telah meninggal dunia. Dengan demikian, mereka percaya,
bahwa ada suatu kehidupan lain setelah mati.
2. Masa bercocok tanam
Kehidupan manusia setelah masa berburu dan mengumpulkan makanan
adalah masa bercocok tanam. Bagaimanakah proses perkembangan dari
masa berburu dan mengumpulkan makanan ke bercocok tanam?
a. Kehidupan sosial-ekonomi
Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan
itu dapat disebabkan karena ada interaksi antara manusia dengan manusia
dan manusia dengan alam. Ketika kebutuhan hidup manusia terpenuhi oleh
alam, manusia tidak perlu susah-susah membuat dan mengolah makanan.
Manusia cukup mengambil dari alam, karena alam banyak menyediakan
kebutuhan manusia, terutama makanan. Makanan itu antara lain buah-buahan
dan binatang buruan. Kehidupan awal manusia sangat tergantung dari alam.
Ketika alam sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan hidup manusia,
yang disebabkan populasi manusia bertambah dan sumber daya alam berkurang,
maka manusia mulai memikirkan bagaimana dapat menghasilkan makanan.
Manusia harus mengolah alam. Pada masa ini kehidupan manusia berkembang
dengan mulai mengolah makanan dengan cara bercocok tanam.
Karena manusia sudah beralih pada tingkat kehidupan bercocok tanam,
maka pola hidupnya tidak lagi nomaden atau berpindah-pindah. Manusia
sudah mulai menetap di suatu tempat, yang dekat dengan alam yang diolahnya.
Binatang buruan pun sudah ada yang mulai dipelihara. Dengan demikian,
bercocok tanam dan beternak sudah berkembang pada masa ini.
Alam yang dipakai untuk bercocok tanam adalah hutan-hutan. Hutan
itu ditebang, dibersihkan, kemudian ditanami dengan tumbuh-tumbuhan,
buah-buahan, atau pepohonan lainnya yang dibutuhkan oleh manusia atau
masyarakat. Cara yang mereka lakukan masih sangat sederhana. Berhuma
132
merupakan cara bercocok tanam yang sangat sederhana. Karena berhuma
memerlukan tempat yang subur, maka ketika tanah itu sudah tidak subur,
mereka akan mencari daerah baru. Dengan demikian hidup mereka berpindah
ke tempat baru untuk waktu tertentu, dan begitu seterusnya.
b. Alat-alat yang dihasilkan
Peralatan pada masa bercocok tanam masuk pada zaman mesolithikum
(zaman batu pertengahan) dan neolithikum (zaman batu muda). Namun
demikian alat-alat yang dihasilkan pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan atau zaman palaeolithikum tidak ditinggalkan. Alat-alat itu masih
dipertahankan dan dikembangkan, seperti alat-alat dari batu sudah tidak
kasar lagi tapi sudah lebih halus karena ada proses pengasahan.
Berikut ini alat-alat atau benda-benda yang dihasilkan pada masa
bercocok tanam.
1) Kjokkenmoddinger
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pada masa bercocok tanam,
manusia purba sudah tinggal menetap. Salah satu bukti adanya sisa-sisa
tempat tinggal itu ialah kjokkenmoddinger (sampah-sampah dapur). Istilah
ini berasal dari bahasa Denmark (kjokken = dapur, modding = sampah).
Penemuan kjokkenmoddinger yang ada di pesisir pantai Sumatera Timur
menunjukkan telah adanya penduduk yang menetap di pesisir pantai. Hidup
mereka mengandalkan dari siput dan kerang. Siput-siput dan kerang-kerang
itu dimakan dan kulitnya dibuang di suatu tempat. Selama bertahun-tahun,
ratusan tahun, atau ribuan tahun, bertumpuklah kulit siput dan kerang itu
menyerupai bukit. Bukit kerang inilah yang disebut kjokkenmoddinger.
Gambar 4.5
Pebble dari kjokkenmoddinger di Sumatera Timur
(Sumber : Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I, halaman 40)
Di tempat kjokkenmoddinger ditemukan juga alat-alat lainnya, seperti
pebble (kapak genggam yang sudah halus), batu-batu penggiling beserta
landasannya, alat-alat dari tulang belulang, dan pecahan-pecahan tengkorak.
133
2) Abris Sous Rosche
Selain Kjokkenmoddinger, jenis tempat tinggal lainnya ialah abris sous
rosche, yaitu tempat berupa gua-gua yang menyerupai ceruk-ceruk di dalam
batu karang. Peralatan yang ditemukan berupa ujung panah, flakes, batubatu
penggiling, dan kapak-kapak yang sudah diasah. Alat-alat itu terbuat
dari batu. Ditemukan juga alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Tempat
ditemukannya abris sous rosche, antara lain Gua Lawa di Ponorogo, Bojonegoro,
dan Lamoncong (Sulawesi Selatan).
Gambar 4.6
Abris sous rosche di Lamoncong, Sulawesi Selatan
(Sumber : prehisto.ifrante.com/habitatmoy.htm)
3) Gerabah
Penemuan gerabah merupakan suatu bukti adanya kemampuan manusia
mengolah makanan. Hal ini dikarenakan fungsi gerabah di antaranya sebagai
tempat meyimpan makanan. Gerabah merupakan suatu alat yang terbuat
dari tanah liat kemudian dibakar. Dalam perkembangan berikut, gerabah
tidak hanya berfungsi sebagai penyimpan makanan, tetapi semakin beragam,
bahkan menjadi barang yang memiliki nilai seni.
Cara pembuatan gerabah mengalami perkembangan dari mulai bentuk
yang sederhana hingga ke bentuk yang kompleks. Dalam bentuk yang
sederhana dibuat dengan tidak menggunakan roda. Bahan yang digunakan
berupa campuran tanah liat dan langsung diberi bentuk dengan menggunakan
tangan. Teknik pembuatan semakin berkembang, pencetakan menggunakan
roda, agar dapat memperoleh bentuk yang lebih baik bahkan lebih indah.
Dalam perkembangan ini, pencetakan sudah memiliki nilai seni. Sisi gerabah
mulai dihias dengan pola hias dan warna. Hiasan yang ada di antaranya
134
hiasan anyaman. Untuk membuat hiasan yang demikian yaitu dengan cara
menempelkan agak keras selembar anyaman atau tenunan pada gerabah
yang masih basah sebelum gerabah dijemur. Kemudian gerabah dijemur
sampai kering dan dibakar. Berdasarkan bukti ini, para ahli menyimpulkan
bahwa pada masa ini manusia sudah mengenal bercocok tanam dan orang
mulai dapat menenun.
Gambar 4.7 Gerabah
(Sumber : itrademarket.com/all/gisj/o.html)
4) Kapak persegi
Pemberian nama kapak persegi didasarkan pada bentuknya. Bentuk
kapak ini yaitu batu yang garis irisannya melintangnya memperlihatkan sebuah
bidang segi panjang atau ada juga yang berbentuk trapesium. Jenis lain
yang termasuk dalam katagori kapak persegi seperti beliung atau pacul
untuk yang ukuran besar, dan untuk ukuran yang kecil bernama tarah.
Tarah berfungsi untuk mengerjakan kayu. Pada alat-alat tersebut terdapat
tangkai yang diikatkan. Orang yang pertama memberikan nama Kapak
Persegi yaitu von Heine Geldern.
Gambar 4.8 Berbagai jenis kapak persegi
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro,
Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 406)
Daerah-daerah tempat ditemukannya kapak persegi yaitu di Sumatra,
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Batu api
135
dan chalcedon merupakan bahan yang dipakai untuk membuat kapak persegi.
Kapak persegi kemungkinan sudah menjadi barang yang diperjualbelikan.
Alat ini dibuat oleh sebuah pabrik tertentu di suatu tempat kemudian di
bawa keluar daerah untuk diperjualbelikan. Sistem jual-belinya masih sangat
sederhana, yaitu sistem barter. Adanya sistem barter tersebut, kapak persegi
banyak ditemukan di tempat-tempat yang tidak banyak ada bahan bakunya,
yaitu batu api.
Gambar 4.9 Kapak persegi yang belum dihaluskan
(Sumber : Soekmono, Sejarah Kebudayaan Indonesia Jilid 1, halaman 51)
5) Kapak lonjong
Pemberian nama kapak lonjong berdasarkan
pada bentuk. Bentuk alat ini yaitu
garis penampang memperlihatkan sebuah bidang
yang berbentuk lonjong. Sedangkan bentuk
kapaknya sendiri bundar telor. Ujungnya yang
agak lancip ditempatkan di tangkai dan di
ujung lainnya yang bulat diasah hingga tajam.
Ada dua ukuran kapak lonjong yaitu ukuran
yang besar disebut dengan walzeinbeil dan
kleinbel untuk ukuran kecil. Kapak lonjong
masuk ke dalam kebudayaan Neolitihikum
Papua, karena jenis kapak ini banyak ditemukan
di Papua (Irian). Kapak ini ditemukan pula
di daerah-daerah lainnya, yaitu di Seram,
Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa, dan Serawak.
Selain di Indonesia, jenis kapak lonjong
ditemukan pula di negara lain, seperti Walzeinbeil
di temukan di Cina dan Jepang, daerah Assam dan Birma Utara. Penemuan
kapak lonjong dapat memberikan petunjuk mengenai penyebarannya, yaitu
dari timur mulai dari daratan Asia ke Jepang, Formosa, Filipina, Minahasa,
Gambar 4.10
Kapak lonjong dari muka
dan samping
(Sumber : Soekmono, Sejarah
Kebudayaan Indonesia Jilid 1,
halaman 53)
136
terus ke timur. Penemuan-penemuan di Formosa dan Filipina memperkuat
pendapat ini. Dari Irian daerah persebaran meluas sampai ke Melanesia.
6) Perhiasan
Hiasan sudah dikenal oleh manusia pada masa bercocok tanam. Perhiasan
dibuat dengan bahan-bahan yang mudah diperoleh dari lingkungan sekitar,
seperti hiasan kulit kerang dari sekitar pantai. Hiasan lainnya ada yang
terbuat dari yang dibuat dari tanah liat seperti gerabah, dan ada pula yang
terbuat dari batu. seperti gelang, kalung, dan beliung.
Gambar 4.11 Berbagai perhiasan dari batu
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro,
Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 409)
Pembuatan hiasan dari batu dilakukan dengan cara, pertama batu dipukulpukul
sampai menjadi bentuk gepeng. Setelah itu kedua sisi yang rata
dicekungkan dengan cara dipukul-pukul pula, kedua cekungan itu bertemu
menjadi lobang. Untuk menghaluskannya, kemudian digosok-gosok dan
diasah sehingga membentuk suatu gelang. Bentuk gelang tersebut dari dalam
halus rata dan dari luar lengkung sisinya. Selain dipukul, cara lain untuk
membuat lobang pada gelang yaitu dengan cara menggunakan gurdi. Batu
yang bulat gepeng itu digurdi dari kedua belah sisi dengan sebuah gurdi
dari bambu. Setelah diberi air dan pasir, bambu ini dengan seutas tali dan
sebilah bambu lainnya diputar di atas muka batu sampai berlubang.
7) Pakaian
Kebudayaan lainnya yang dimiliki oleh manusia pada masa bercocok
tanam diperkirakan mereka telah memakai pakaian. Bahan yang digunakan
untuk pakaian berasal dari kulit kayu. Daerah tempat ditemukan bukti
adanya pakaian adalah di Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan beberapa
tempat lainnya. Pada daerah-daerah tersebut ditemukan alat pemukul kulit
kayu. Kulit kayu yang sudah dipukul-pukul menjadi bahan pakaian yang
akan dibuat.
137
c. Konsep kepercayaan dan bangunan megalit
Sebagaimana telah dikemukakan bahwa manusia pada zaman berburu
dan mengumpulkan makanan sudah mengenal kepercayaan. Kepercayaan
manusia ini mengalami perkembangan. Pada masa berburu dan mengumpulkan
makanan kepercayaan baru sebatas adanya penguburan. Kepercayaan ini
kemudian berkembang pada masa bercocok tanam dan perundagian. Bukti
peninggalan kepercayaan pada masa bercocok tanam yaitu ditemukannya
bangunan-bangunan batu besar yang berfungsi untuk penyembahan. Zaman
penemuan batu-batu besar ini disebut dengan zaman megalithikum.
Bangunan-bangunan batu yang dihasilkan pada zaman megalithikum
antara lain sebagai berikut.
1) Menhir
Menhir merupakan tiang atau tugu batu yang
dibuat untuk menghormati roh nenek moyang. Daerahdaerah
tempat ditemukannya menhir di Indonesia,
seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sumatra Selatan, Sulawesi Tengah, Kalimantan,
dan Bali.
Gambar 4.12 Menhir
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro,
Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 412)
2) Sarkofagus
Sarkofagus menyerupai peti mayat atau keranda yang bentuknya seperti
palung atau lesung, tetapi mempunyai tutup. Benda ini terbuat dari batu
sehingga diperkirakan kehadiran sarkofagus sezaman dengan zaman megalithikum
(zaman batu besar). Adanya sarkofagus ini menandakan kepercayaan pada
waktu itu, bahwa orang yang meninggal perlu dikubur dalam peti mayat. Di
daerah Bali, sarkofagus ini banyak ditemukan.
3) Dolmen
Tempat lain untuk melakukan pemujaan pada arwah nenek moyang
pada waktu itu ialah Dolmen. Dolmen ini terbuat dari batu besar yang
berbentuk meja. Meja ini berkaki yang menyerupai menhir. Dolmen berfungsi
138
sebagai tempat sesaji dalam rangka pemujaan kepada roh nenek moyang.
Di beberapa tempat, dolmen berfungsi sebagai peti mayat, sehingga di
dalam dolmen terdapat tulang belulang manusia. Sebagai bekal untuk yang
meninggal, di dalam dolmen disertakan benda-benda seperti periuk, tulang
dan gigi binatang, dan alat-alat dari besi.
Gambar 4.13 Dolmen
(Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 75)
4) Kubur batu
Selain dolmen dan sarkofagus, ditemukan juga kubur batu yang fungsinya
sebagai peti mayat. Bedanya ialah kubur batu ini dibuat dari lempengan
batu, sedangkan dolmen dan sarkofagus dibuat dari batu utuh. Di daerah
Jawa Barat, penemuan kubur batu banyak ditemukan.
Gambar 4.14 Sarkofagus
(Sumber : Marwati Djoened
Poesponegoro, Sejarah Nasional
Indonesia 1, halaman 418)
Gambar 4.15
Sebuah keranda batu berisi
kerangka manusia
(Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah
Kebudayaan I halaman 73)
139
5) Waruga
Waruga adalah kubur batu berbentuk kubus atau bulat. Bentuknya
sama seperti dolmen dan sarkofagus, yaitu dibuat dari batu yang utuh. Di
Sulawesi Tengah dan Utara banyak ditemukan waruga.
6) Punden berundak-undak
Bangunan lainnya yang dihasilkan pada zaman megalithikum adalah
punden berundak-undak. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pemujaan
yang berupa batu tersusun secara bertingkat-tingkat. Di tempat punden
berundak-undak biasanya terdapat menhir. Daerah ditemukannya punden
berundak-undak antara lain di Lebak Sibedug (Banten Selatan) dan Ciamis
(Jawa Barat).
Gambar 4.18
Punden berundak-undak dari Lebak Sibedug (Banten Selatan)
(Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 76)
7) Arca
Arca ini terbuat dari batu yang berbentuk patung binatang atau manusia.
Tempat ditemukannya arca-arca antara lain di Jawa Tengah, Jawa Timur,
Lampung, dan Sumatera Selatan.
Gambar 4.16
Waruga atau kubur batu banyak
ditemui di daerah Minahasa
(sumber : www.baliautrement.com/
minahasa.waruga.2jpg)
Gambar 4.17 Kubur batu
(Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah
Kebudayaan I halaman 74)
140
Gambar 4.19
Batu Gajah, di punggung penunggangnya (kiri atas) nampak sebuah nekara
yang diikat dengan tali
(Sumber: Lukisan Sejarah, halaman 8)
3. Masa perundagian
Zaman perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal
pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari
bahan logam. Adanya penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan
barang-barang dari batu. Pada masa perundagian, manusia masih juga
menggunakan barang-barang yang berasal dari batu.
Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana
halnya bahan dari batu. Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orangorang
tertentu yang memiliki barang-barang dari logam. Kemungkinan hanya
orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut. Keterbatasan
persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam diperjualbelikan.
Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia pada
zaman perundagian telah mengadakan hubungan dengan luar.
a. Sistem sosial-ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian
kerja. Hal ini dapat dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan
barang-barang dari logam membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang
dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu, ada orang-orang tertentu yang
memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa perundagian
sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik,
tetapi adanya pedagang yang memperjualbelikan logam.
Pada masa perundagian kehidupan sosialnya sudah mengenal sistem
kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh normanorma
dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka
141
sendiri, disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya.
Sebagaimana layaknya dalam suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini
sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang dipimpin. Struktur ini dikatakan
ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan. Kuburan-kuburan
yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.
Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin.
Sistem mata pencaharian pada masa perundagian sudah mengalami
kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang disediakan
oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya
yang ada di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma
sudah mulai berubah menjadi bertani dengan bersawah. Ada perbedaan
dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam bertani berhuma ada
kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak
subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan
dalam bertani bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen.
Hal ini dikarenakan pengolahan tanah pertanian sudah menggunakan pupuk
yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian masyarakat tidak akan
meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu
dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau,
dan alat-alat yang lainnya.
b. Benda-benda yang dihasilkan
Benda-benda yang dihasilkan pada zaman perundagian mengalami kemajuan
dalam hal teknik pembuatan. Teknik pembuatan barang dari logam yang
utama adalah melebur, yang kemudian dicetak sesuai dengan bentuk yang
diinginkan. Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve dan a cire
perdue. Teknik bivolve dilakukan dengan cara menggunakan cetakan-cetakan
batu yang dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan terdiri dari dua bagian
(kadang-kadang lebih, khususnya untuk benda-benda besar) diikat. Ke
dalam rongga cetakan itu dituangkan perunggu cair. Kemudian cetakan itu
dibuka setelah logamnya mengering.
Teknik a cire perdue dikenal pula dengan istilah cetak lilin. Cara yang
dilakukan yaitu dengan membuat cetakan model benda dari lilin. Cetakan
tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat. Setelah itu tanah liat yang
berisi lilin itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah
dibuat. Maka terjadilah benda tanah liat bakar yang berongga. Bentuk
rongga itu sama dengan bentuk lilin yang telah cair. Setelah cairan logam
dingin, cetakan tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan logam yang telah
membeku membentuk suatu barang sesuai dengan rongga yang ada dalam
tanah liat.
142
Pada masa perundagian dihasilkan benda-benda yang terbuat dari perunggu,
yaitu sebagai berikut.
1) Bejana
Bentuk bejana perunggu seperti gitar Spanyol
tetapi tanpa tangkainya. Pola hiasan benda ini berupa
pola hias anyaman dan huruf L.Bejana ditemukan di
daerah Madura dan Sumatera.
Gambar 4.20 Bejana perunggu dari Madura
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro,
Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 432)
2) Nekara
Nekara ialah semacam berumbung dari perunggu yang berpinggang di
bagian tengahnya dan sisi atapnya tertutup. Pada nekara terdapat pola hias
yang beraneka ragam. Pola hias yang dibuat yaitu pola binatang, geometrik,
gambar burung, gambar gajah, gambar ikan laut, gambar kijang, gambar
harimau, dan gambar manusia. Dengan hiasan yang demikian beragam,
maka nekara memiliki nilai seni yang cukup tinggi.
Beberapa tempat ditemukannya nekara yaitu Bali, Sumatra, Sumbawa,
Roti, Leti, Selayar, Alor, dan Kepulauan Kei. Di Bali ditemukan nekara
Gambar 4.21
Nekara dari kepulauan Selayar
(Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah
Kebudayaan I halaman 64)
Gambar 4.22
Moko dari Alor
(Sumber : R. Soekmono, Pengantar
Sejarah Kebudayaan I halaman 65)
143
yang bentuknya besar dan masyarakat di sana mempercayai bahwa benda
itu jatuh dari langit.Nekara tersebut disimpan di sebuah pura (kuil) di desa
Intaran daerah Pejeng. Puranya diberi nama Pura Panataran Sasih (bulan).
Di Alor banyak ditemukan nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang.
Nekara ini disebut moko. Hiasan-hiasan yang ada pada nekara di Alor ini
bergambar, bentuk hiasannya ada yang merupakan hiasan jaman Majapahit.
Hubungan antarwilayah di Indonesia diperkirakan sudah terjadi pada
masa perundagian dengan ditemukannya nekara. Hal ini dapat dilihat dari
Nekara yang berasal dari Selayar dan Kepulauan Kei dihiasi gambargambar
gajah, merak, dan harimau. Sedangkan binatang yang tercantum
pada nekara tersebut tidak ada di di daerah itu. Hal ini menunjukkan
bahwa nekara berasal dari daerah Indonesia bagian barat atau dari benua
Asia.
Hal yang menarik lagi ditemukannya nekara di Sangean. Nekara yang
ditemukan di daerah ini bergambar orang menunggang kuda beserta pengiringnya
yang memakai pakaian orang Tartar. Dengan adanya gambar tersebut menunjukkan
terjadi hubungan bangsa Indonesia pada saat itu dengan Cina. Jadi, hubungan
antara Indonesia dengan Cina sudah ada sejak zaman perunggu. .
3) Kapak corong
Kapak ini disebut kapak corong karena bagian atasnya berbentuk
corong yang sembirnya belah. Benda ini terbuat dari logam. Ke dalam
corong itu dimasukkan tangkai kayunya yang menyiku pada bidang kapak.
Kapak tersebut disebut juga kapak sepatu, karena hampir mirip dengan
sepatu bentuknya. Ukuran kapak kecil itu beragam, ada yang kecil dan
sangat sederhana, besar memakai hiasan, pendek besar, bulat, dan panjang
sisinya. Ada kapak corong yang satu sisinya disebut candrasa.
Tempat ditemukannya kapak tersebut yaitu di Sumatra Selatan, Bali,
Sulawesi Tengah dan Selatan, pulau Selayar, dan Irian dekat danau Sentani.
Gambar 4.23 Berbagai macam kapak corong
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro,
Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 426)
144
Kapak yang beragam bentuknya tersebut, tidak semua digunakan
sebagaimana layaknya kegunaan kapak sebagai alat bantu yang fungsional.
Selain itu, kapak juga digunakan sebagai barang seni dan alat upacara,
seperti candrasa. Di Yogyakarta, ditemukan candrasa yang dekat tangkainya
terdapat hiasan gambar seekor burung terbang sambil memegang candrasa.
Gambar 4.24 Candrasa panjangnya kira-kira satu meter
(Sumber : R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I halaman 62)
4) Perhiasan
Manusia pada perundagian sudah memiliki apresiasi yang cukup terhadap
seni. Hal ini dibuktikan ditemukannya berbagai hiasan. Hiasan yang ditemukan
berupa gelang tangan, gelang kaki, cincin, kalung, dan bandul kalung. Bendabenda
tersebut ada yang diberi pola hias dan ada yang tidak. Benda yang
diberi pola hias seperti cincin atau gelang yang diberi pola hias geometrik.
Ditemukan pula cicin yang berfungsi bukan untuk perhiasan, tetapi sebagai
alat tukar. Cincin yang seperti ini ukurannya sangat kecil bahkan tidak bisa
dimasukkan ke dalam jari anak. Tempat-tempat ditemukannya benda-benda
tersebut antara lain Bogor, Malang, dan Bali.
Perhiasan-perhiasan lainnya yang ditemukan pada masa perundagian
yaitu manik-manik. Pada masa prasejarah manik-manik banyak digunakan
untuk upacara, bekal orang yang meninggal (disimpan dalam kuburan), dan
alat tukar. Pada masa perundagian, bentuk manik-manik mengalami perkembangan.
Pada zaman prasejarah lebih banyak terbuat dari batu, sedangkan pada
masa ini sudah dibuat dari kulit kerang, batu akik, kaca, dan tanah-tanah
yang dibakar. Manik-manik memiliki bentuk yang beragam, ada yang berbentuk
silindris, bulat, segi enam, oval, dan sebagainya. Di Indonesia beberapa
daerah yang merupakan tempat ditemukannya manik-manik antara lain Bogor,
Sangiran, Pasemah, Gilimanuk, dan Besuki.
145
5) Perunggu
Pada masa perundagian dihasilkan pula arca-arca yang terbuat dari
logam perunggu. Dalam pembuatan arca ini dilakukan pula dengan menuangkan
cairan logam. Patung yang dibuat berbentuk beragam, ada yang berbentuk
manusia dan binatang. Posisi manusia dalam bentuk arca itu ada yang
sedang menari, berdiri, naik kuda dan sedang memegang panah. Arca binatang
itu ada yang berupa arca kerbau yang sedang berbaring, kuda sedang
berdiri, dan kuda dengan pelana. Tempat ditemukan arca-arca tersebut
yaitu di Bangkinang (Provinsi Riau), Lumajang, Palembang, dan Bogor.
Gambar 4.27
Arca Perunggu dari Bangkinang, Riau - Sumatera
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro,
Sejarah Nasional Indonesia 1, halaman 433)
Gambar 4.25
Gelang dan cincin dari perunggu
ditemukan di Pasemah, Sumatera Selatan
(Sumber : Marwati Djoened Poesponegoro,
Sejarah Nasional Indonesia 1,
halaman 433)
Gambar 4.26
Manik-manik
(Sumber : R. Soekmono, Pengantar
Sejarah Kebudayaan I halaman 71)
146
c. Sistem kepercayaan
Pada masa perundagian memiliki sistem kepercayaan yang tidak jauh
berbeda dengan masa sebelumnya. Praktek kepercayaan yang mereka lakukan
masih berupa pemujaan terhadap leluhur. Hal yang membedakannya adalah
alat yang digunakan untuk praktek kepercayaan. Pada masa perundagian,
benda-benda yang digunakan untuk praktek kepercayaan biasanya terbuat
dari bahan perunggu.
Sistem kepercayaan yang dilakukan oleh manusia pada zaman perundagian
masih memelihara hubungan dengan orang yang meninggal. Pada masa ini,
praktek penguburan menunjukkan stratifikasi sosial antara orang yang terpandang
dengan rakyat biasa. Kuburan orang-orang terpandang selalu dibekali dengan
barang-barang yang mewah dan upacara yang dilakukan dengan cara diarak
oleh orang banyak. Sebaliknya, apabila yang meninggal orang biasa, upacaranya
sederhana dan kuburan mereka tanpa dibekali dengan barang-barang mewah.
Upacara sebagai bentuk ritual kepercayaan mengalami perkembangan.
Mereka melakukan upacara tidak hanya berkaitan dengan leluhur, akan
tetapi berkaitan dengan mata pencaharian hidup yang mereka lakukan.
Misalnya ada upacara khusus yang dilakukan oleh masyarakat pantai khususnya
para nelayan. Upacara yang dilakukan oleh masyarakat pantai ini, yaitu
penyembahan kekuatan yang dianggap sebagai penguasa pantai. Penguasa
inilah yang mereka anggap memberikan kemakmuran kehidupannya. Sedang
di daerah pedalaman atau pertanian ada upacara persembahan kepada
kekuatan yang dianggap sebagai pemberi berkah terhadap hasil pertanian.
C. KEBUDAYAAN DONGSON, SAHUYINH, DAN INDIA
Pada zaman pra sejarah, diperkirakan
kebudayaan Indonesia sudah memiliki hubungan
dengan kebudayaan luar. Hubungan dengan
luar ini memberikan perkembangan terhadap
kebudayaan yang ada di Indonesia. Bukti
yang menunjukkan adanya hubungan tersebut
dapat dilihat dari alat-alat yang dihasilkan.
Kegiatan 4.2
Buatlah dalam bentuk tabel mengenai benda-benda yang dihasilkan mulai dari
zaman mengumpulkan makanan hingga zaman megalithikum.
Kata-kata kunci
• kebudayaan Dongson
• kebudayaan sahuyinh
• kebudayaan India
147
Alat-alat yang dihasilkan memilik persamaan dengan yang ada di Indonesia.
Kebudayaan luar yang memiliki kesamaan di antaranya yaitu kebudayaan
Dongson, Sahuyinh, dan India.
Perkembangan kebudayaan zaman perundagian dipengaruhi oleh kebudayaan
Dongson. Kebudayaan yang dipengaruhinya terutama alat-alat yang dibuat
dari perunggu. Penemuan kebudayaan Dongson pertama kali dilakukan
oleh Payot. Pada tahun 1924, dia mengadakan penggalian kuburan di Dongson
(Vietnam). Benda-benda yang ditemukan dalam penggalian ini antara lain
nekara, bejana, ujung tombak, kapak, dan gelang-gelang. Ternyata, bendabenda
yang ditemukan tersebut memiliki kesamaan dengan yang ditemukan
di Indonesia; bejana serupa dengan yang ditemukan di Kerinci dan Madura,
belati di Flores. Dengan demikian antara Dongson dan Indonesia ada hubungan
budaya
Perkembangan kebudayaan Sahuyinh berkaitan dengan pembuatan gerabah.
Pembuatan gerabah pada zaman perundagian masih dianggap penting, walaupun
sudah berkembang teknik penuangan logam. Sahuyinh merupakan kompleks
penemuan gerabah di Vietnam. Karakteristik gerabah yang ditemukan di
Sahuyinh yaitu memiliki teknik “tatap-batu”. Tatap itu dibalut dengan tali
(digulung dengan tali) sehingga hiasan yang dihasilkan oleh tatap berupa
pola tali. Pola hias yang dimilikinya yaitu berupa pola tali, pola keranjang
(anyaman), pola geometrik yang dilakukan dengan menggores, pengumpaman
permukaan gerabah, dan pengolesan gerabah dengan warna merah dan
putih. Gerabah kadang-kadang dihias dengan cara menekankan pinggiran
kulit kerang pada permukaan yang masih basah. Pola-pola geometrik seringkali
disusun dalam komposisi pita-pita yang horizontal atau vertikal pada dinding
gerabah. Teknik pembuatannya dengan pemakaian roda pemutar.
Gerabah yang ditemukan di Sahuyinh memiliki kesamaan pola yang
ditemukan di Indonesia. Kesamaan pola tersebut terutama terdapat pada
penemuan di kompleks gerabah Buni Bekasi, Gilimanuk di Bali, dan Kalumpang
pinggir sungai Karama di Sulawesi.
Kebudayaan India belum begitu menyebar luas di Indonesia pada masa
prasejarah.Penyebaran kebudayaan India secara luas baru dimulai pada
zaman sesudah prasejarah, yaitu pada zaman Hindu-Buddha. Diduga kebudayaan
India berpengaruh pada zaman prasejarah yaitu pada kebudayaan kapak
lonjong.
Kegiatan 4.3
Buatlah dalam bentuk tabel nama-nama benda yang dihasilkan sebagai pengaruh
dari kebudayaan Dongson, Sahuyinh, dan India, dan sebutkan di mana bendabenda
itu ditemukan.
148
Keberadaan awal manusia di Indonesia tidak lepas dari keberadaan
awal manusia di muka bumi. Manusia pertama kali hidup di muka bumi
ketika bumi sudah mengalami perubahan-perubahan secara fisik dan alami.
Ketika perubahan bumi mulai stabil, manusia mulai menempatinya yaitu
pada zaman kwarter. Kehidupan manusia di bumi harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan alam sehingga terjadilah evolusi dalam kehidupan manusia
baik secara fisik maupun nonfisik. Kemampuan manusia dalam beradaptasi
dengan alam berakibat terjadinya perkembangan kehidupan manusia. Adaptasi
manusia terhadap alam, melahirkan berbagai teknologi yaitu alat-alat yang
dijadikan manusia untuk membantu hidupnya dalam beradapatasi dengan
alam. Teknologi atau peralatan manusia mengalami perkembangan mulai
dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks. Perkembangan kehidupan
manusia dalam hubungan dengan alam mulai dari manusia tergantung terhadap
alam sampai dengan kemampuan mengolah alam.
Abris Sous Rosche : tempat yang berupa gua-gua yang menyerupai
ceruk-ceruk di dalam batu karang yang cukup
untuk memberikan perlindungan dari hujan dan
panas.
A cire perdue : suatu teknik percetakan dengan membuat cetakan
model benda dari lilin.
Arkeozoikum : suatu periode kehidupan di mana di bumi belum
ada tanda-tanda kehidupan, bumi ini masih
merupakan gas yang panas sehingga tidak
memungkinkan untuk makhluk hidup dapat
bertahan hidup.
Candrasa : kapak corong yang panjang satu sisinya.
Chopper : kapak genggam yang terbuat dari batu dan tidak
bertangkai.
Dolmen : meja batu yang berkakikan menhir, berfungsi
sebagai tempat sesaji atau pemujaan kepada roh
nenek moyang.
RINGKASAN
GLOSARIUM
149
Evolusi : sebuah teori tentang asal muasal manusia yang
menyatakan bahwa manusia mengalami perubahan
fisik dari yang bentuk sederhana hingga menjadi
bentuk yang sempurna atau manusia modern.
Flakes : alat-alat serpih digunakan sebagai pisau, gurdi,
atau penusuk.
Glasial : suatu masa geologi dalam kala plestosen yang
dingin sekali karena banyaknya lapisan es
menutupi muka bumi, pada zaman glasial,
permukaan laut menurun.
Interglasial : zaman yang panas di antara keempat zaman es
(glasial), suhu yang memanas ini mengakibatkan
es mencair sehingga permukaan air laut naik
kembali.
Kenozoikum : suatu periode kehidupan yang ditandai dengan
dimulainya ada kehidupan binatang sejenis mamalia
dan juga mulai adanya manusia.
Kjokkenmoddinger : sisa-sisa tempat tinggal yang berasal dari kulitkulit
siput dan kerang yang dibuang itu selama
bertahun-tahun, mungkin ratusan atau ribuan tahun,
menumpuk yang akhirnya menjelma menjadi bukit
kerang dengan ketinggian dan lebarnya beberapa
meter.
Kubur batu : dibuat dari lempengan batu, yang disusun menjadi
peti yang fungsinya sama seperti sarkofagus.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan : suatu periode kehidupan
manusia yang kehidupannya berpindah-pindah
tidak mengolah alam.
Masa bercocok tanam : suatu periode kehidupan manusia yang ditandai
dengan kemampuan manusia mengolah alam dan
hidup menetap.
Masa perundagian : suatu yang zaman yang banyak menghasilkan
benda-benda yang berasal dari logam.
Materialisme : sebuah aliran filsafat yang mengatakan bahwa
hakikat yang ada adalah materi.
Megalithikum : zaman batu yang menghasilkan benda-benda dan
bangunan dari batu yang berfungsi untuk
penyembahan atau kepercayaan.
150
Menhir : tiang atau tugu batu tunggal yang didirikan untuk
menghormati roh nenek moyang.
Mesolithikum : zaman batu madya, menghasilkan alat-alat dari
batu sudah mulai dihaluskan tetapi masih kasar.
Mesozoikum : suatu periode kehidupan yang ditandai dengan
adanya kehidupan binatang-binatang reptil dan
amfibi dalam ukuran yang besar.
Moko : nekara dengan bentuk kecil tapi memanjang.
Nekara : semacam berumbung dari perunggu yang
berpinggang di bagian tengahnya dan sisi atapnya
tertutup.
Neolithikum : zaman batu muda, sudah menghasilkan alat-alat
dari yang sudah dihaluskan tidak kasar lagi.
Nomaden : suatu cara hidup pada sekelompok manusia di
masa lalu yang berpindah-pindah tidak memiliki
tempat tinggal yang tetap.
Palaeolithikum : zaman batu tua, menghasilkan alat-alat dari batu
yang masih kasar.
Palaeozoikum : suatu periode kehidupan di mana keadaan
temperatur bumi mulai menurun dan membentuk
kerak bumi, sudah mulai ada kehidupan terutama
mahluk yang bersel satu.
Punden berundak-undak : bangunan batu yang tersusun secara bertingkattingkat
yang berfungsi sebagai tempat pemujaan.
Sarkofagus : seperti juga dolmen yang berfungsi sebagai peti
mayat, di dalamnya terdapat tulang belulang
manusia bersama bekalnya.
Waruga : kubur batu berbentuk kubus atau bulat, dibuat
dari batu yang utuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

Pages

| Re-designed by Pemira PKN STAN